30 Jun 2015

PARADIGMA DALAM KOMUNIKASI MASSA (01): Pokok Konseptual

Pengamatan mengenai keterkaitan media dan masyarakat, menurut McQuail (2010) tidak saja dapat dilakukan dengan pendekatan “Dominant Paradigm” (Paradigma Dominan) tetapi juga dengan pendekatan “Critical Paradigm” (Paradigma Kritis). Paradigma Dominan memandang bahwa media massa memilki pengaruh yang kuat terhadap masyarakat serta memandang masyarakat pada dasarnya normatif: demokratis, liberal, plural, konsensual, teratur, dan berpengetahuan. Masyarakat diasumsikan secara bertahap menuju model barat yang maju dan progresif, model masyarakat liberal-pluralis (McQuail, 2010:63). Paradigma Kritis memiliki garis teoritis dan metodologis yang berbeda; bersandar pada pandangan masyarakat yang berbeda, tidak menerima liberalis-kapitalis, utilitarian rasional-kalkulatif, ataupun model komersial sebagai cara terbaik untuk menjalankan media. Proses komunikasi massa dipandang manipulatif dan menindas (McQuail, 2010:66).
McQuail (2010) mengggarisbawahi pokok-pokok konseptual Paradigma Dominan dan Paradigma Kritis. Paradigma Dominan memandang bahwa masyarakat ideal menganut liberalisme-pluralisme, serta bebas nilai, sedangkan Paradigma Kritis memandang kritis masyarakat dan menolak netralitas nilai (tidak bebas nilai). Paradigma Kritis menolak liberalis-kapitalis maupun utilitarian rasional-kalkulatif. Ideologi alternatif yang ditawarkan Paradigma Kritis adalah Sosialisme, Marxisme, dan yang sejenisnya.
Paradigma Dominan memandang media memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat, yakni sebagai alat untuk mempersuasi masyarakat. Ini didasarkan pada pendekatan transmisi yang dianut oleh Paradigma Dominan, dimana pesan yang disampaikan media diasumsikan sampai kepada khalayak dan menghasilkan efek yang diinginkan. Di sisi lain, Paradigma Kritis menolak model transmisi komunikasi. Makna dalam pesan media tidak selalu sampai ke tujuannya, antara lain karena adanya noise di saluran serta feedback, positif maupun negatif.
Masih terkait model transmisi, Paradigma Dominan memandang efek media pada khalayak bersifat langsung dan linear, pesan dari media dimaknai seragam dan dijalankan. Individu seolah tidak memiliki kebebasan berkehendak. Sementara Paradigma Kritis memilliki pandangan non-deterministik atas pesan media. Individu memiliki subjektivitas dalam memaknai pesan media. Makna ada pada penerima alih-alih di pesan itu sendiri.
Dalam perkembangannya, Paradigma Dominan sedikit menyadari adanya faktor yang memodifikasi efek pesan media, yakni hubungan kelompok dan perbedaan individu. Pesan dari media mungkin diterima seperti yang diinginkan, tetapi individu dapat mengklarifikasi ‘kebenaran’ pesan tersebut, misalnya kepada opinion leader yang dia anggap kompeten. Paradigma Kritis telah melangkah lebih jauh dengan mengadopsi perspektif interpretatif dan konstruksionis, bahwa khalayak/masyarakat menginterpretasikan dunia/kehidupan, dan budaya dalam masyarakat adalah hasil konstruksi sosial.
Paradigma Dominan mengasumsikan bahwa komunikasi massa bekerja ke arah integrasi, kelangsungan dan ketertiban masyarakat, meskipun juga ada potensi disfungsi. Salah satu pokok konseptual Paradigma Dominan berasal dari teori informasi Shannon dan Weaver (1949), terkait efisiensi teknis saluran komunikasi. Model analisis transmisi informasi mengambarkan komunikasi sebagai sebuah proses berurutan dari sumber ke penerima. Model ini dirancang untuk memperhitungkan perbedaan pesan yang dikirim dengan pesan yang diterima, akibat pengaruh noise dalam saluran. Referensi khusus dari model ini untuk komunikasi massa adalah efek transmisi pesan (McQuail, 2010:64).
Kelemahan dari Paradigma Dominan tidak lain adalah kritik dari Paradigma Kritis terhadapnya. Model transmisi sederhana tidak berjalan dengan alasan: sinyal tidak mencapai penerima/khlalayak, pesan tidak dipahami sebagaimana yang dikirim, dan ada banyak 'noise' yang mendistorsi pesan. Selain itu, sebagian besar komunikasi termediasi, disaring oleh saluran lain maupun kontak sosial. Ini melemahkan gagasan pengaruh media yang kuat (McQuail, 2010:66).
Pokok konseptual Paradigma Kritis adalah bahwa gagasan ideologi dalam konten media memungkinkan peneliti untuk menafsirkan pesan-pesan ideologis dari hiburan massa dan berita. Gagasan ‘makna’ dalam konten media ini menyebabkan efek tidak terprediksi dan tidak terukur. Sebaliknya, konten media dilihat sebagai konstruksi pesan sesuai situasi sosial dan kepentingan. Karakter ekonomi politik organisasi media massa serta struktur nasional dan internasional dinilai dari segi strategi operasional mereka tidak netral (non-ideologis). Paradigma Kritis mengembangkan ‘keprihatinan’ atas jenis lain dari dominasi. (McQuail, 2010:67)
Robyn Penman dalam Littlejohn (2002) mengemukakan ima prinsip dalam paradigma alternatif. Pertama, tindakan dilakukan dengan sukarela sehingga perilaku seseorang tidak dapat diprediksi dengan variabel dari luar diri. Kedua, pengetahuan terbentuk secara sosial. Ketiga, teori bersifat historis, tergantung waktu dan tempat. Keempat, Teori memengaruhi realitas yang dicakupnya. Kelima, teori memuat nilai-nilai, tidak pernah netral.

Kelemahan dari Paradigma Kritis antara lain pandangan yang selalu negatif terhadap media, bahwa pesan memiliki ideologi tersembunyi, mengeksploitasi, dan menekan masyarakat tanpa melihat sisi-sisi positifnya. Selain itu, dominasi media tidak dapat digeneralisasi, tidak terjadi pada setiap waktu dan setiap tempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar