Pengamatan mengenai keterkaitan media dan masyarakat,
menurut McQuail (2010) tidak saja dapat dilakukan dengan pendekatan “Dominant
Paradigm” (Paradigma Dominan) tetapi juga dengan pendekatan “Critical
Paradigm” (Paradigma Kritis). Paradigma Dominan memandang bahwa media massa memilki pengaruh yang kuat
terhadap masyarakat serta memandang masyarakat pada dasarnya normatif: demokratis, liberal, plural,
konsensual, teratur, dan berpengetahuan. Masyarakat
diasumsikan secara bertahap menuju model barat yang
maju dan progresif, model masyarakat liberal-pluralis (McQuail,
2010:63). Paradigma Kritis memiliki garis teoritis dan metodologis yang berbeda;
bersandar pada pandangan masyarakat yang berbeda, tidak menerima liberalis-kapitalis, utilitarian rasional-kalkulatif, ataupun model komersial sebagai cara terbaik untuk menjalankan media. Proses komunikasi massa dipandang manipulatif dan menindas (McQuail, 2010:66).
McQuail (2010) mengggarisbawahi pokok-pokok
konseptual Paradigma Dominan dan Paradigma Kritis. Paradigma Dominan memandang
bahwa masyarakat ideal menganut liberalisme-pluralisme, serta bebas nilai, sedangkan
Paradigma Kritis memandang kritis masyarakat dan menolak netralitas nilai (tidak bebas
nilai). Paradigma Kritis menolak liberalis-kapitalis maupun utilitarian rasional-kalkulatif. Ideologi
alternatif yang ditawarkan Paradigma Kritis adalah Sosialisme, Marxisme, dan
yang sejenisnya.
Paradigma Dominan memandang media memiliki
fungsi tertentu dalam masyarakat, yakni sebagai alat untuk mempersuasi
masyarakat. Ini didasarkan pada pendekatan transmisi yang dianut oleh Paradigma
Dominan, dimana pesan yang disampaikan media diasumsikan sampai kepada khalayak
dan menghasilkan efek yang diinginkan. Di sisi lain, Paradigma Kritis menolak model transmisi komunikasi. Makna dalam
pesan media tidak selalu sampai ke tujuannya, antara lain karena adanya noise
di saluran serta feedback, positif maupun negatif.
Masih terkait model transmisi, Paradigma
Dominan memandang efek media pada khalayak bersifat langsung dan linear, pesan
dari media dimaknai seragam dan dijalankan. Individu seolah tidak memiliki
kebebasan berkehendak. Sementara Paradigma Kritis memilliki pandangan non-deterministik atas pesan media. Individu memiliki subjektivitas dalam memaknai pesan
media. Makna ada pada penerima alih-alih di pesan itu sendiri.
Dalam perkembangannya, Paradigma Dominan
sedikit menyadari adanya faktor yang memodifikasi efek pesan media, yakni hubungan
kelompok dan perbedaan individu. Pesan dari media mungkin diterima seperti yang
diinginkan, tetapi individu dapat mengklarifikasi ‘kebenaran’ pesan tersebut,
misalnya kepada opinion leader yang dia anggap kompeten. Paradigma
Kritis telah melangkah lebih jauh dengan mengadopsi perspektif interpretatif dan konstruksionis, bahwa khalayak/masyarakat
menginterpretasikan dunia/kehidupan, dan budaya dalam masyarakat adalah hasil
konstruksi sosial.
Paradigma Dominan
mengasumsikan bahwa komunikasi massa bekerja ke arah
integrasi, kelangsungan dan ketertiban masyarakat, meskipun juga ada potensi disfungsi. Salah satu pokok konseptual Paradigma Dominan berasal dari teori informasi Shannon dan Weaver (1949), terkait
efisiensi teknis saluran komunikasi.
Model analisis transmisi
informasi mengambarkan komunikasi sebagai sebuah proses berurutan
dari sumber ke penerima. Model ini dirancang untuk memperhitungkan perbedaan pesan yang dikirim dengan pesan yang diterima, akibat pengaruh noise dalam saluran. Referensi
khusus dari model ini untuk komunikasi massa adalah efek transmisi
pesan (McQuail, 2010:64).
Kelemahan dari Paradigma Dominan tidak lain adalah
kritik dari Paradigma Kritis terhadapnya.
Model transmisi sederhana tidak berjalan dengan alasan: sinyal tidak mencapai penerima/khlalayak, pesan tidak dipahami sebagaimana yang dikirim, dan ada banyak 'noise' yang mendistorsi pesan. Selain itu, sebagian besar komunikasi
termediasi, disaring oleh saluran lain maupun kontak sosial. Ini melemahkan gagasan pengaruh media yang kuat (McQuail, 2010:66).
Pokok konseptual Paradigma Kritis adalah bahwa
gagasan ideologi dalam konten media memungkinkan peneliti untuk menafsirkan pesan-pesan
ideologis dari hiburan massa dan berita. Gagasan ‘makna’ dalam konten media ini
menyebabkan efek tidak terprediksi dan tidak terukur. Sebaliknya, konten media dilihat
sebagai konstruksi pesan sesuai situasi sosial dan kepentingan. Karakter ekonomi
politik organisasi media massa serta struktur nasional dan internasional
dinilai dari segi strategi operasional mereka tidak netral (non-ideologis). Paradigma
Kritis mengembangkan ‘keprihatinan’ atas jenis lain dari dominasi. (McQuail,
2010:67)
Robyn Penman dalam Littlejohn (2002)
mengemukakan ima prinsip dalam paradigma alternatif. Pertama, tindakan dilakukan dengan sukarela sehingga perilaku seseorang tidak dapat
diprediksi dengan variabel dari luar diri. Kedua, pengetahuan terbentuk secara sosial. Ketiga, teori bersifat historis, tergantung waktu dan tempat. Keempat, Teori memengaruhi realitas yang dicakupnya. Kelima, teori memuat nilai-nilai, tidak pernah netral.
Kelemahan dari Paradigma Kritis antara lain
pandangan yang selalu negatif terhadap media, bahwa pesan memiliki ideologi
tersembunyi, mengeksploitasi, dan menekan masyarakat tanpa melihat sisi-sisi
positifnya. Selain itu, dominasi media tidak dapat digeneralisasi, tidak
terjadi pada setiap waktu dan setiap tempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar