Fokus utama kerangka ini adalah aspek kualitas, konten, dan teknis.
Pasar mendorong perbaikan
dengan cara kompetisi. Mekanisme Pasar
menyeimbangkan kepentingan media, klien, dan
khalayak. Kelebihan pendekatan
ini adalah tidak adanya paksaan, serta adanya hukum
penawaran dan permintaan yang ‘memastikan’ kepentingan produsen dan
konsumen seimbang, yang mendorong kinerja baik dan mencegah kinerja
buruk. Sistem ini dapat mengatur dan mengoreksi
diri sendiri tanpa regulasi atau
kontrol luar. Keterbatasan kerangka ini
adalah media terlalu 'dikomersilkan', diselenggarakan untuk tujuan keuntungan daripada komunikasi dan kurang adanya standar kualitas. Ini justru membuat pasar tidak dapat mengoreksi diri sendiri. Keterbatasan lain adalah jarangnya ada pasar sempurna
dan keuntungan teoritis yang
tidak terrealisasi. Tidak ada penyeimbang efektif
untuk praktik media yang hanya bertujuan memaksimalkan keuntungan jangka pendek dimana monopoli
swasta berkembang. Kebebasan dan kualitas media pada
akhirnya adalah kebebasan dan kesejahteraan pemilik media (McQuail,
2010:211).
Nielsen Media Research selain dapat dimasukkan ke dalam
kerangka tanggung jawab publik, juga memegang peran penting dalam kerangka
pasar di Indonesia. Nielsen membuat riset terhadap media, sehingga media pun
dapat mengikuti selera masyarakat. Yang menjadi masalah adalah Nielsen bisa dikatakan
tanpa saingan atau memonopoli ‘rating’ media (terutama TV) di Indonesia.
Ditambah dengan metodologi riset Nielsen yang dipermasalahkan (misalnya tentang
lingkup sample, dimana riset hanya dilakukan di 20 kota besar di seluruh
Indonesia), monopoli tersebut menimbulkan dampak buruk bagi kerangka pasar akuntabilitas
media di Indonesia, karena media tergantung pada pendapatan dari iklan dan
pengiklan bergantung pada rating Nielsen. Akhirnya, selera masyarakat dapat
diduga sebenarnya adalah selera yang diarahkan (dikonstruksikan) oleh lembaga
riset tersebut. Acara-acara berbau seks, kekerasan, dan gosip adalah hasil dari
mekanisme pasar palsu ini. Padahal, seandainya rating yang dihasilkan lembaga
tersebut valid, pun tidak menjamin konten media menjadi berkualitas, karena
kualitas tidak selalu berbanding lurus dengan kuantitas/popularitas. Inilah
kelemahan sebenarnya dari kerangka yang mengarah ke komersial alih-alih ideal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar