2 Jul 2015

KERANGKA AKUNTABILITAS MEDIA (01): Hukum dan Peraturan

Menurut McQuail (2010), terdapat 4 (empat) kerangka akuntabilitas media yang perlu diperhatikan oleh para pengelola media massa yakni: (1) “the frame of law and regulation”, (2) “the frame of market”, (3) “the frame of public responsibility”, dan (4) “the frame of professional responsibility”. McQuail (2010) mendefinisikan kerangka akuntabilitas sebagai kerangka acuan dimana harapan mengenai perilaku dan tanggung jawab muncul, tuntutan diajukan, serta bagaimana cara tuntutan tersebut ditangani. Empat kerangka akuntabilitas sebagai alternatif memiliki wacana, logika, bentuk dan prosedur tersendiri, namun tidak saling eksklusif. Ada beberapa elemen umum: harus ada hubungan antara agen media dan penuntut eksternal, seringkali ada pihak ketiga sebagai penengah, ada prinsip-prinsip perilaku yang baik, serta ada aturan, prosedur dan bentuk penilaian tertentu (McQuail, 2010: 210).
Kerangka Hukum dan Peraturan mengacu pada semua kebijakan publik, hukum dan peraturan yang memengaruhi struktur dan operasi media. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan dan memelihara kondisi bebas, interkomunikasi yang luas dalam masyarakat, dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta membatasi potensi kerugian bagi kepentingan pribadi dan publik yang sah. Mekanisme utama dan prosedur kerangka ini terdiri dari dokumen peraturan tentang media serta aturan dan prosedur untuk melaksanakannya. Isu utamanya terkait dugaan kerugian bagi individu. Kelebihan pendekatan ini adalah adanya kekuatan untuk menegakkan tuntutan, juga kontrol demokratis secara politis, batas-batas kebebasan dan ruang lingkup regulasi yang jelas, serta antisipasi akan hukuman yang dapat berfungsi seperti sensor. Kelemahannya adalah adanya potensi konflik antara tujuan melindungi kebebasan publikasi dan membuat media akuntabel, serta lebih mudah diterapkan pada struktur daripada konten. Hukum dan peraturan sering tidak efektif, sulit ditegakkan, efek jangka panjang tak terduga, dan kesulitan mengubah atau menghapus aturan yang usang, juga dapat menjadi bagian dari sistem kepentingan pribadi. (McQuail, 2010: 210)
Di Indonesia, dasar dari kerangka ini termuat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, antara lain dalam pasal 28F, yang disebutkan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Aturan turunan dari amanat UUD tersebut diwujudkan salah satunya dalam bentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 UU tersebut menyebutkan hak-hak pers tentang kemerdekaan pers yang dijamin sebagai hak asasi warga negara; tidak diperkenakannya penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran terhadap pers nasional; pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; serta Hak Tolak wartawan dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum. Undang-Undang lain dalam kerangka ini adalah UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar