Menurut McQuail (2010), terdapat 4 (empat) kerangka akuntabilitas media
yang perlu diperhatikan oleh para pengelola media massa yakni: (1) “the
frame of law and regulation”, (2) “the frame of market”, (3) “the
frame of public responsibility”, dan (4) “the frame of professional
responsibility”. McQuail (2010) mendefinisikan kerangka
akuntabilitas sebagai kerangka acuan dimana harapan
mengenai perilaku dan tanggung jawab muncul, tuntutan diajukan, serta bagaimana cara tuntutan tersebut ditangani. Empat kerangka akuntabilitas
sebagai alternatif memiliki
wacana, logika, bentuk
dan prosedur tersendiri, namun tidak saling eksklusif. Ada beberapa elemen umum: harus ada hubungan
antara agen media dan penuntut eksternal, seringkali
ada pihak ketiga sebagai penengah, ada prinsip-prinsip perilaku yang baik, serta ada
aturan, prosedur dan bentuk
penilaian tertentu (McQuail, 2010: 210).
Kerangka Hukum dan Peraturan
mengacu pada semua kebijakan publik,
hukum dan peraturan yang memengaruhi
struktur dan operasi
media. Tujuan utamanya adalah
untuk menciptakan dan memelihara kondisi bebas, interkomunikasi yang luas dalam masyarakat, dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta membatasi potensi kerugian bagi kepentingan pribadi dan publik yang sah. Mekanisme utama dan prosedur kerangka ini terdiri dari dokumen peraturan tentang media serta aturan
dan prosedur untuk melaksanakannya.
Isu utamanya terkait dugaan kerugian bagi individu. Kelebihan pendekatan ini adalah adanya kekuatan untuk menegakkan
tuntutan, juga kontrol
demokratis secara politis,
batas-batas kebebasan dan ruang lingkup regulasi yang jelas, serta antisipasi akan hukuman yang dapat berfungsi seperti sensor. Kelemahannya adalah adanya potensi konflik antara tujuan
melindungi kebebasan publikasi
dan membuat media akuntabel,
serta lebih mudah diterapkan pada
struktur daripada konten. Hukum dan peraturan sering tidak efektif, sulit ditegakkan,
efek jangka panjang tak terduga, dan kesulitan
mengubah atau menghapus aturan yang usang, juga dapat menjadi bagian
dari sistem kepentingan pribadi. (McQuail, 2010:
210)
Di Indonesia, dasar dari kerangka ini termuat dalam
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, antara lain dalam pasal 28F, yang disebutkan bahwa
setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Aturan turunan dari amanat UUD tersebut diwujudkan salah
satunya dalam bentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 UU tersebut
menyebutkan hak-hak pers tentang kemerdekaan pers yang dijamin sebagai hak
asasi warga negara; tidak diperkenakannya penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran terhadap pers nasional; pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; serta Hak Tolak
wartawan dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum. Undang-Undang
lain dalam kerangka ini adalah UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar